KPK Banding Atas Vonis Terdakwa Korupsi KTP-E

KPK mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto Foto: Dua terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik (e-KTP) Irman (kanan) dan Sugiharto saat bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/6/2017).

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengajukan banding terhadap vonis mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto dalam kasus korupsi KTP elektronik.

"Sudah diajukan ke pengadilan minggu lalu oleh penuntut umum KPK. Poin utamanya adalah beberapa fakta di persidangan yang bisa dari keterangan saksi atau bukti-bukti lain yang menurut pandangan tim penuntut umum belum dipertimbangkan oleh hakim," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, pada Senin, (7/8).

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta pada 20 Juli 2017 menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun kepada Irman dan lima tahun penjara kepada Sugiharto dalam perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-E).

Menurut Febri, konsekuensi dari belum dipertimbangkannya sejumlah fakta persidangan itu adalah hilangnya beberapa nama pada putusan Irman dan Sugiharto.

"Itu yang perlu diargumentasikan dalam berkas banding yang diajukan penuntut umum," kata Febri.

Ia juga menyatakan dalam proses banding itu KPK berharap nantinya hakim pada tingkat yang lebih tinggi baik di Pengadilan Tinggi bahkan hingga Mahkamah Agung mempertimbangkan secara lebih komprehensif.

"Sehingga kita bisa tahu siapa saja pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus KTP-e ini termasuk sejumlah indikasi aliran dana kepada sejumlah pihak," ucap Febri.

Dalam putusan Irman dan Sugiharto, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjelaskan sejumlah penerima aliran dana proyek KTP-Elektronik yang berasal dari anggota DPR, pengacara, anggota konsorsium, staf Kementerian Dalam Negeri hingga pihak-pihak lain terkait proyek sebesar Rp5,95 triliun itu.

"Sejak penganggaran dan pengadaan barang dan jasa KTP-E, terdakwa I Irman dan terdakwa II Sugiharto telah menerima uang sebagai berikut; pertama Irman menerima uang 300 ribu dolar AS yang berasal dari Andi Agustinus alias Andi Narogong dan 200 ribu dolar AS dari terdakwa II.

Terdakwa II menerima 30 ribu dolar AS dari Paulus Tannos dan uang 20 ribu dolar AS yang berasal dari Johanes Marliem yang sebagian uang dibelikan Honda Jazz seharga Rp150 juta," kata anggota majelis hakim Anwar dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7). Antara