Tim Delegasi Bawa Pulang Petilasan "Macan Asia"

Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan tan malaka kediri Foto: Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan berada di makam Tan Malaka.

Kediri - “Ia teguh, tak silau harta dan jabatan. Pantang tunduk, apalagi membungkuk, meski dibawah ancaman senapan penjajah kolonialisme demi mewujudkan cita-cita merdeka 100 %. Dialah 'Macan Asia' nan rela mengorbankan jiwa, raga, nyawa."

Sepenggal kalimat diatas diucapkan Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan, ketika diwawancara via telepon, seusai mengikuti prosesi pelawatan penjemputan dan pemulangan jasad Tan Malaka, di Kediri, Rabu (22/2).

Ferizal memimpin rombongan tim delegasi dari Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat ke Kabupaten Kediri, Jawa Timur pada Kamis (16/2) yang lalu.

Putra Lareh Sago Halaban itu mengaku bertolak ke Kediri memakai mobil dinasnya berplat merah, BA 5 C. Rombongan tersebut terdiri dari ratusan pemangku adat serta para tokoh masyarakat, yang ingin melakukan prosesi "penyalinan baju" alias pelewaan gelar kepada ahli waris Tan Malaka.

Sepanjang perjalanan ke Kediri, rombongan tim delegasi sempat dijamu secara adat oleh kepala daerah yang disinggahi.

Seperti bupati dan kerapatan adat-kerajaan di Kabupaten Lampung Tengah, para tokoh perantau Minang, dan unsur pimpinan DPR RI di Jakarta.

Wabup bersama para tokoh sejarah dan organisasi Tan Malaka Institute (TMI) Sumatera Barat, menjadi penggagas prosesi penjemputan Tan Malaka, ke kampung halamannya di Limapuluh Kota.

Salah seorang peserta panitia yang tergabung dalam rombongan delegasi penjemputan, Khairul Apit mengatakan, niat menjemput jasad Tan Malaka dari Kediri berangkat dari gagasan para tokoh masyarakat bersama wakil bupati, atas permintaan pihak keluarga dan ahli waris.

Prosesi pelewaan gelar raja Bungo Setangkai di Makam Tan Malaka, Desa Selopanggung, Kabupaten Kediri.

Sebab, Tan sebelum wafat menyandang gelar raja (pucuk adat) di kelarasan adat Bungo Setangkai, yang membawahi 142 niniak mamak/kepala kaum yang meliputi tiga wilayah desa di dua kecamatan. Maka, dalam prosesi adat Minangkabau, setiap kepala kaum yang wafat, perlu dilakukan pemindahan gelar ke ahli waris.

"Pak Wabup leading sektor dalam prosesi ini, beliau sejak awal yang mengurusi semuanya," tutur Khairul, yang merupakan seorang wali nagari atau kepala desa di kampung asal, Tan Malaka. Tanah kelahiran Tan bernama Pandam Gadang.

Ferizal Ridwan mengatakan, disamping mewujudkan permohonan ahli waris, prosesi adat pemindahan dan pemulangan (gelar) Datuk Tan Malaka terlaksana, berkat dukungan masyarakat, para tokoh, simpatisan dan pengagum Tan Malaka dari Limapuluh Kota dan berbagai daerah di Indonesia.

Dukungan tidak hanya dalam bentuk spirit dan do'a tapi juga moril serta materil. "Terlebih, soal biaya pemulangan, ini murni dari sumbangan masyarakat atas dasar kepedulian. Meski saya menjabat wakil bupati, jujur, kami belum memperoleh dukungan dari Pemerintah dalam prosesi ini," ungkapnya.

Adapun prosesi pelewaan gelar adat serta petilasan ke makam Datuk Tan Malaka ini telah berlangsung pada Selasa (21/2), bertepatan hari wafat Tan Malaka pada 21 Februari 1949.

Prosesi penjemputan Tan Malaka hanya dilakukan secara simbolis. Yang diambil bukan jasad Tan Malaka, melainkan petilasan atau sekepal tanah makam Tan di Kediri.

Sekepal tanah itu diambil oleh Datuk Tan Malaka VII Hengky Novaron Arsil, pewaris pucuk adat di Limapuluh Kota, sebagai pemegang gelar Datuk tan Malaka VII.

Sebelumnya, kerabat Tan Malaka berniat memboyong jasad Tan Malaka ke Limapuluh Kota sebagai ketua adat tertinggi bersama jasad para Datuk Tan Malaka lainnya.

Namun kesepakatan lain didapat. Penggalian dan pemindahan makam batal dilakukan, karena hal itu menjadi wewenang pemerintah pusat, bukan Kabupaten Kediri atau Kabupaten Limapuluh Kota.

Pemerintah Kediri sendiri menyambut baik kesepakatan itu dan berjanji akan merawat makam Tan Malaka di daerahnya.

"Pemindahan jasad itu hak Pemerintah, karena Tan Malaka pahlawan kemerdekaan nasional. Kami menanti keputusan Pemerintah. Kami hormati sesuai aturan yang berlaku," kata penggiat Tan Malaka Institute, Yudilfan Habib Datuk Monti yang ikut bersama rombongan.

Ferizal Ridwan menambahkan, nanti sesampai di Limapuluh Kota, Jumat (3/30) tanah pemakaman Tan akan dibuat semacam petilasan di komplek museum dan pustaka Tan Malaka di Pandam Gadang.

Di perjalanan pulang, rombongan akan melanjutkan prosesi kirab ke beberapa daerah yang pernah menjadi basis perjuangan Tan Malaka di Pulau Jawa dan Sumatera.