Mengenang Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2020

Pancasila, Hikayatmu Sekarang

Junaidi Foto: Junaidi Parlindungan Hasibuan, Sekretaris Jenderal-DPP Corruption Investigation Committe (CIC)

Dimedio Orde Lama, Orde Baru Tahun 70 sampai tahun 90an, Burung Garuda Pancasila masih terpampang gagah dirumah-rumah penduduk. Burung garuda yang dimaksud bukanlah foto garuda dalam bingkai, tapi patung burung garuda yang terbuat dari kuningan.

Generasi orang tua  dan  Kakek yang melahirkan ayah kita, betapa  bangganya melihat burung garuda  tergantung sangar di dinding ruang tamu mereka.

Kini, bentuk burung garuda yang terbuat dari kuningan nan gagah perkasa itu seolah hilang ditelan zaman. Amat sangat jarang kita menemui patung burung garuda di perkantoran, di rumah orang terkaya sekalipun. Paling barter yang terpampang hanya burung garuda dalam bingkai foto ukuran normal.

Itulah sekilas cerita tentang hardware Pancasila. Bagaimana dengan software lima sila Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung abstrak di dalamnya? Jawabannya jauh panggang dari api.

Generasi Connection (Gen-C) anak milenial istilah golongan anak sekarang, tak begitu mementingkan Pancasila. Hapal saja tidak,  konon lagi mau mengerti, memahami  dan  mendalami nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila pancasila.  

Padahal di era tahun 80 sampai 90an, kita semua masih merasakan bagaimana mengumandangkan lima sila pada upacara bendera setiap hari senin pagi di sekolahan. Sudah begitu, ada pula Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) ketika kita memasuki bangku kuliah.

Kini setelah 22 tahun reformasi, Pancasila seolah telah berubah menjadi “mahluk asing” di negerinya sendiri. Bahkan ada sekelompok golongan yang mengaku-ngaku paling pancasila, justru diam seribu bahasa, ketika ada usulan sila pertama mau di utak-atik secara sepihak.

Naifnya, sejak tahun 2017 pemerintah sudah membentuk BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) sebagai Unit Kerja Presiden dalam Pembinaan Ideologi Pancasila. Unit Kerjanya pun bisa langsung berkoordinasi dengan presiden ini.

Namun apa daya, yang membuat publik tak nyaman adalah orang-orang yang dipilih menjadi anggota BPIP,  tidak memiliki rekam jejak (track record) sebagai pengamal  dan penganut Pancasila yang mumpuni.

Masih ingat, ketika Kepala BPIP Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D membenturkan Pancasila dengan agama. “Musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan,” katanya sebagaimana disampaikan ke publik oleh wartawan (detik.com).

Padahal sebagai falsafah yang menjadi sumber tata nilai kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana kata Presiden Soekarno Pancasila adalah philosophische grondslag, maka Pancasila tidak boleh dicarikan musuh, apalagi dibentur-benturkan dengan agama yang jumlahnya mayoritas di negeri ini.

Terbentur Rezim  

Barangkali ada benarnya, ketika saya ngobrol dengan orang awam yang berprofesi sebagai supir ojek online, dia mengatakan  rezim ini adalah rezim adudomba.

Suparman nama panggilannya, dia mengaku sangat memahami bahwa Pancasila itu telah didesain oleh para pendiri bangsa ini sebagai konsep beragama dan berbudaya dalam kehidupan sehari-hari yang terbingkai dalam konsep Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi satu).

Kutanya, Nopo Niku Mas? dia jawab gamblang; Karena, elit politik dan para pemimpin pemerintahan di negeri  justru tidak mampu merealisasikan nilai-nilai Pancasila dalam mengelola negara. Malah terkesan mau merusak dan menganti nilai-nilai pancasila dengan nilai pemahaman ideologi lain.

Harus kita akui memang, Pancasila belum pernah dijadikan rujukan atau alat ukur dalam membuat kebijakan, baik oleh pemerintah maupun DPR. Undang-undang dibuat berdasarkan permintaan penguasa, pengusaha melalui partai.

Maka sudah seharusnya, orang-orang yang merepresentasikan Pancasila yang  duduk di BPIP itu adalah orang-orang yang negarawan dan tidak lagi mementingkan  syahwat kekuasaan.

Masyarakat tentunya berharap agar orang-orang dalam  BPIP bisa menjadi panutan yang mampu merepresentasikan nilai-nilai Pancasila dan mampu mengingatkan dan memberi masukan kepada presiden jika ada kebijakan yang bertentangan dengan Pancasila.  

BPIP jangan terkesan merendahkan Pancasila hanya karena mendapat anggaran dan gaji yang besar sebagai  “unit kerja Presiden.”

Doktrinisasi

Untuk menumbuhkembangkan Pancasila di kalangan generasi muda, diperlukan  doktrinisasi melalui berbagai program nyata yang dapat memberikan injeksi Pancasila ke dalam pemikiran generasi muda.   

Corruption Investigation Committe (CIC) adalah perkumpulan Non Organisasi Goverment (NGO) yang konsen terhadap Gerakan Anti Korupsi. Bagi  CIC, menyuarakan gerakan anti korupsi sama saja dengan menegakan nilai-nilai pancasila yang amat sangat anti terhadap korupsi.

Program CIC tidak akan muluk-muluk dalam melakukan doktrinisasi. Boleh jadi,  dalam waktu dekat CIC akan datang ke rumah-rumah penduduk, memasang Pancasila lengkap degan lima sila dalam bingkai foto yang bagus di ruangan tamu.

Tujuannya, agar anak-anak milenial bisa setiap hari melihat Garuda Pancasila.
Program Doktrinisasi yang lain, Menteri Pendidikan dan Kepala BPIP tentunya lebih paham apa dan bagaimana strategi untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam pola pikir generasi muda saat ini.