Foto: Direktur Jenderal Tata Ruang, Suyus Windayana. Dok: Istimewa. Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Tata Ruang menggelar rapat pembahasan muatan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang pada Kamis (7/8), bertempat di Hotel Le Meridien, Jakarta. Direktur Jenderal Tata Ruang, Suyus Windayana, menekankan pentingnya integrasi ruang darat, laut, udara, dan dalam bumi dalam kebijakan tata ruang ke depan. Prinsip One Spatial Planning Policy menjadi landasan utama agar kebijakan tata ruang tidak lagi bersifat sektoral, tetapi holistik dan menyeluruh. “Kita tidak bisa bicara darat saja. Integrasi darat dan laut sangat penting, dan ini harus kita sinkronkan bersama agar regulasi ini benar-benar implementatif,” ujarnya. Suyus juga menyoroti urgensi pengendalian tata ruang sebagai bagian dari reformulasi kebijakan, mengingat pasal-pasal pengendalian dalam revisi ini lebih banyak dibanding perencanaan. “Pengendalian menjadi instrumen penting untuk memastikan tata ruang tidak hanya direncanakan, tapi juga dikawal pelaksanaannya demi kualitas hidup seluruh makhluk hidup, baik di daratan maupun perairan,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa perencanaan kawasan aglomerasi ke depan harus dilakukan secara lebih cermat dengan pendekatan tiga dimensi (3D), termasuk dalam mempertimbangkan aspek lingkungan secara komprehensif. Selaras dengan hal tersebut, Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kartika Listriana, menyampaikan pentingnya penguatan aspek ruang laut dalam tata ruang nasional guna mendukung visi pembangunan ekonomi biru yang inklusif dan berkelanjutan. “Tata ruang harus menjawab arah kebijakan nasional, terutama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, yang kali ini kita dorong melalui pendekatan ekonomi biru,” ujarnya. Kartika menekankan bahwa ekonomi biru tidak hanya berfokus pada produktivitas laut, namun tetap menjaga pilar konservasi. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mencadangkan 30% wilayah laut nasional (sekitar 100 juta hektare) sebagai kawasan konservasi hingga tahun 2045. Selain itu, Kartika juga menyoroti pentingnya alokasi ruang untuk budidaya laut serta penataan pesisir sebagai wajah negara kepulauan yang seharusnya tertata baik dan representatif. “Dengan garis pantai terpanjang di dunia, sudah saatnya kita memiliki perencanaan pesisir yang terintegrasi dan tepat sasaran,” ungkapnya. Lebih lanjut, Kartika juga mendorong adanya integrasi pembiayaan dalam dokumen tata ruang nasional melalui skema green & blue financing guna menjembatani kebutuhan program strategis lintas sektor. Rapat ini menjadi forum strategis lintas kementerian dan lembaga dalam menyelaraskan visi pembangunan nasional yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga berorientasi pada keberlanjutan dan keadilan ruang. Diharapkan, revisi PP 21/2021 dapat menjadi pondasi kuat untuk kebijakan tata ruang yang adaptif terhadap dinamika global, serta mampu menjawab tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan di masa depan. Turut Hadir dalam rapat ini para Pejabat Fungsional Penata Ruang Ahli Utama, Pejabat Tinggi Pratama, Pejabat Administrator, dan Pejabat Pengawas di Lingkungan Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN dan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan. BACA JUGA : ATR/BPN Gelar Kick-Off Meeting Perubahan PP 21/2021 Lantik 5 PPAT, Kakan BPN Banyuasin: Integritas Harga Mati Menteri Nusron Antar Undangan Upacara Peringatan HUT 80 Tahun Kemerdekaan RI untuk Wapres ke-13 Jelang HUT ke-80 RI, Wamen Ossy Tegaskan Komitmen Presiden Prabowo untuk Menyejahterakan Rakyat Menuju Predikat SAKIP A, Kementerian ATR/BPN Fokus Perkuat Tujuh Pra-Kondisi Please enable JavaScript to view the comments powered by Disqus.