ATR/BPN Bahas Revisi PP Penataan Ruang untuk Perkuat Integrasi dan Fleksibilitas Kebijakan

ATR/BPN Foto: Dok: Istimewa.

Jakarta - Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus mempercepat penyempurnaan regulasi penataan ruang nasional. Hal ini diwujudkan melalui rapat lanjutan pembahasan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (PP 21/2021) yang digelar di Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Pertemuan tersebut menjadi bagian dari proses harmonisasi substansi strategis antara kementerian dan lembaga terkait, dengan tujuan memastikan kebijakan penataan ruang dapat lebih adaptif, integratif, dan selaras dengan dinamika pembangunan nasional.

Sekretaris Direktorat Jenderal Tata Ruang, Reny Windyawati, menjelaskan bahwa revisi PP 21/2021 diperlukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebijakan dan masukan lintas sektor, sekaligus menjawab tantangan teknis dalam pelaksanaan di lapangan.

“Revisi ini penting agar penataan ruang tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga cukup fleksibel untuk menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan dan prioritas pembangunan,” ujar Reny.

Ia menambahkan, pembagian yang jelas antara rencana umum dan rencana rinci menjadi krusial agar pelaksanaan penataan ruang di daerah dapat lebih efektif dan tidak tumpang tindih.

Sementara itu, Asisten Deputi Penyelenggaraan Tata Ruang dan Penataan Agraria Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Djuang Fadjar Sodikin, menegaskan bahwa arah utama revisi PP ini adalah integrasi tata ruang secara menyeluruh antara wilayah darat dan laut.

“Rencana tata ruang harus dilihat sebagai satu kesatuan yang saling terhubung. Prinsip besarnya adalah menjaga arah strategis pembangunan nasional tanpa mengurangi fleksibilitas pelaksanaannya,” jelas Djuang.

Ia juga menekankan pentingnya konsistensi pelaksanaan di daerah, terutama dalam penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) agar terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS). Hal ini dinilai penting untuk mencegah terjadinya perbedaan tafsir dan praktik antarwilayah.

Rapat lanjutan ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk menghadirkan kebijakan tata ruang yang lebih terintegrasi, efisien, dan relevan dengan kebutuhan pembangunan terkini. Proses pembahasan akan terus berlanjut hingga seluruh substansi revisi siap disahkan menjadi regulasi yang komprehensif dan operasional.