Perbaiki Tata Kelola, Dirjen Bina Marga Gandeng KPK

dirjen bina marga arie Foto: Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR, Arie Setiadi Moerwanto.

Jakarta - Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arie Setiadi Moerwanto bersama jajarannya mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (28/7).
 
Arie ingin menggandeng KPK untuk mengawal pelaksanaan proyek di instansi yang dipimpinnya. Langkah ini ditempuh agar tak ada lagi kasus korupsi di Ditjen Bina Marga.
 
Diketahui, KPK hingga saat ini masih menangani kasus suap penyaluran program aspirasi Komisi V DPR untuk proyek jalan di Maluku Utara. Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti.
 
Dalam persidangan perkara ini terungkap adanya aliran dana dari Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary kepada sekitar 25 pejabat di Ditjen Bina Marga.
 
Amran juga mengaku memberikan uang kepada pejabat di Ditjen Bina Marga untuk keperluan tunjangan hari raya.
 
Tak ingin kasus tersebut terulang kembali, Arie menggandeng KPK dan berupaya memperbaiki tata kelola anggaran Ditjen Bina Marga.
 
"Saya tidak lihat ke belakang. Tapi oke, itu pengalaman yang buruk, kami akan perbaiki," kata Arie.
 
Ia menjelaskan, tahun ini Ditjen Bina Marga mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 41,3 triliun. Dikatakan, perbaikan tata kelola yang dilakukan antara KPK dan Ditjen Bina Marga mulai dari pembuatan program, sistem pelelangan, hingga pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
 
Pengawasan ditargetkan tidak hanya mencegah korupsi, tetapi juga untuk menghasilkan kualitas dan mutu infrastruktur yang baik.
 
Selain itu, dengan pengawalan KPK, Arie berharap tidak ada lagi intervensi dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pelaksanaan proyek di Ditjen Bina Marga.
 
"Jadi kita sampaikan pemprogramannya itu seperti apa sih, supaya bebas dari hal-hal seperti itu. Memberikan layanan kepada masyarakat pemprogramannya seperti apa. Dari kualitas desainnya seperti apa, karena 60 persen dari keberhasilan itu juga dimulai dari desain. Lalu pengawasannya seperti apa sih proses pelelangannya agar dia bisa terhindar pressure-pressure dari pihak-pihak yang berkepentingan," jelasnya.
 
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 15 Agustus 2016, Damayanti yang dihadirkan sebagai terdakwa menyebut adanya suatu kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dengan pejabat di Kementerian PUPR.
 
Bahkan, pimpinan Komisi V DPR mengancam akan mempersulit pengusulan anggaran RAPBN jika Kementerian PUPR tidak menyetujui usulan program aspirasi yang diajukan anggota Komisi V sebesar Rp 10 triliun.
 
Terkait hal itu, Arie menilai program aspirasi yang diusulkan anggota DPR tidak menyalahi aturan. Namun, sering kali tata kelola tidak dilakukan dengan baik, sehingga berpotensi korupsi.
 
"Kalau ada (program aspirasi) akan kami awasi. Nantinya kami keluar, kami kawal bahwa itu pure benar-benar untuk kepentingan masyarakat," tutupnya.