Kasdi: Perlu Adaptasi Perubahan iklim Terhadap Komoditas Perkebunan

Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono Foto: Perlu penerapan teknologi pada perkebunan dalam upaya adaptasi, antisipasi dan mitigasi musim kemarau agar ketersediaan komoditas tetap aman terjaga(Ist)

Jakarta-Di tengah masa pandemi Covid-19 ini, Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya mendorong dan memacu jajaran di Kementan, untuk lebih sigap dalam penerapan teknologi pada sektor pertanian. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya melakukan adaptasi, antisipasi dan mitigasi musim kemarau di tahun 2020, sehingga ketersediaan komoditas tetap aman terjaga. 

Perubahan iklim menyebabkan terjadinya peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) pada lapisan atmosfer dan berlangsung untuk jangka waktu tertentu. Penyebab terjadinya perubahan iklim ini perlu menjadi perhatian setiap orang. Apalagi, berbagai dampak dari perubahan iklim ini sangat merugikan bagi kehidupan, khususnya pada subsektor pertanian termasuk perkebunan. 

Menyikapi hal tersebut, Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono mengatakan bahwa, Apabila terjadi kekeringan di lahan perkebunan di berbagai wilayah di Indonesia, tentunya akan mempengaruhi produksi dan produktivitas tanaman perkebunan. "Sehingga perlu segera diantisipasi dalam bentuk paket teknologi baik berupa kegiatan mitigasi maupun adaptasi untuk menekan efek negatif dari perubahan iklim terhadap komoditas perkebunan," ujar Kasdi. 

Dalam upaya untuk mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK) Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan khususnya Direktorat Perlindungan Perkebunan pada tahun 2020 mengalokasi kegiatan dalam bentuk paket teknologi mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim. Ada enam provinsi yang rawan kekeringan yaitu Provinsi Jawa Barat (Subang), Jawa Tengah (Temanggung), Jawa Timur (Lumajang), Bali (Tabanan), Nusa Tenggara Barat (Lombok Utara), Sulawesi Tengah (Parigi Moutong), dan Sulawesi Utara (Bolaang Mongondow). 

“Kegiatan mitigasi pada subsektor perkebunan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan untuk mengurangi sumber emisi gas rumah kaca, sedangkan adaptasi adalah tindakan penyesuaian untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim,” kata Ardi Praptono, Direktur Perlindungan Perkebunan. 

Ardi menerangkan bahwa emisi karbon pada subsektor perkebunan dapat diminimalisir dengan pemanfaatan limbah perkebunan, mengintegrasikan dengan ternak (kebun-ternak), mengurangi atau menggantikan pemanfaatan pestisida dan pupuk kimia dengan organik, mengurangi penggunaan herbisida dan pemanfaatan pohon pelindung sebagai penyerap karbon. 

Baru-baru ini, lanjut Ardi, Direktorat Perlindungan Perkebunan telah menyerahkan bantuan satu unit paket teknologi mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim subsektor perkebunan kepada Kelompok Tani Merkun Tani Desa Rejosari Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. 

Bantuan paket teknologi dalam kegiatan mitigasi dan adaptasi yang diberikan meliputi antara lain pembuatan embung, mesin lubang biopori, alat pencacah kompos, alat pengayak kompos, kereta dorong, pompa air, instalasi pipa air, rumah kompos, bantuan kandang kambing, dan kambing sebanyak 25 ekor. (Hukmas Ditjen Bun)