BGN Dinilai Responsif dan Progresif, Pengawasan MBG Disebut Jadi Teladan Baru Pengelolaan Program Publik

badangizinasional,bgn,dadan Foto: Dok: Istimewa.

Jakarta - Pengamat komunikasi Emrus Sihombing menilai Badan Gizi Nasional (BGN) tampil sebagai lembaga yang terbuka dan responsif dalam menyempurnakan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, BGN tidak melihat kritik sebagai ancaman, melainkan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kebijakan dan tata kelola program.

“Banyak kritik datang dari berbagai kalangan, dan BGN tidak alergi terhadap itu. Justru kritik-kritik tersebut mendorong munculnya banyak perbaikan. Ini langkah positif dan perlu diapresiasi,” ujar Emrus dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Emrus menegaskan bahwa MBG merupakan program masyarakat, bukan milik satu instansi, sehingga wajar jika publik memberikan koreksi. Yang terpenting, kata dia, adalah bagaimana BGN merespons dengan tindakan konkret yang menyentuh langsung kebutuhan lapangan.
“Tidak ada yang sempurna. Tapi ketika kritik dijawab dengan perbaikan berkelanjutan, itu jauh lebih progresif dibanding lembaga yang defensif. BGN menunjukkan kematangan itu. Mereka memberi harapan bahwa program Presiden Prabowo Subianto ini akan semakin dipercaya masyarakat,” ujarnya.

Ia menyoroti bahwa dalam manajemen program publik, semua fungsi—mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan—memang penting, namun pengawasan adalah kunci utama keberhasilan. Untuk itu, ia mendorong BGN memperkuat peran Wakil Kepala BGN, terutama dalam pengawasan teknis, legalitas dapur penyedia MBG, serta mekanisme monitoring berjenjang.

Menurutnya, bila pengawasan diperkuat, insiden seperti kasus keracunan yang sebelumnya terjadi dapat diminimalisasi.
“Pengawasan harus mencakup proses pengolahan, distribusi, hingga legalitas dapur. Jangan ada manipulasi kapasitas dapur atau akal-akalan administratif,” tegasnya.

Emrus juga mengingatkan bahwa MBG wajib berbasis ekonomi lokal. Karena itu, ia menolak keterlibatan pihak yang tidak memiliki kompetensi kuliner dalam rantai pasok program.
“Biarkan pelaksana MBG adalah mereka yang berpengalaman memasak dan mengelola makanan. Jangan politisi masuk hanya karena ada keuntungan ekonomi,” katanya.

Ia mendorong agar warteg, rumah makan Padang, kantin sekolah, kelompok ibu rumah tangga, dan UMKM kuliner diberi ruang lebih besar dalam skema penyediaan MBG. Menurutnya, hal itu penting agar program tidak bergeser menjadi bisnis kelompok tertentu.

Lebih jauh, Emrus menilai MBG perlu diperluas cakupannya agar manfaatnya dirasakan masyarakat lebih luas.
“Ke depan, MBG bisa menjangkau aspek lain, seperti pemeriksaan standar gizi dan kebersihan restoran umum. Ini akan memperkuat literasi gizi masyarakat,” tambahnya.

Menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026, ia meyakini BGN telah memetakan titik rawan lonjakan permintaan bahan pangan. Ia menekankan pentingnya koordinasi antarinstansi seperti Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, pemerintah daerah, dan tentunya BGN sebagai pengendali teknis gizi nasional.
“Koordinasi harus solid. Jika tidak, lonjakan kebutuhan musim liburan bisa menekan pelaksanaan MBG,” ujar dia.

Emrus juga mendukung langkah tegas BGN menutup dapur bermasalah.
“Ini soal kesehatan generasi muda. Jangan kompromi dengan dapur yang tidak memenuhi standar. Tutup semua dapur nakal,” tegasnya.

Melalui kesigapan dalam memperbaiki program, memperkuat pengawasan, dan menjaga integritas implementasi, BGN dinilai semakin menunjukkan perannya sebagai lembaga yang tidak hanya menjalankan mandat, tetapi benar-benar mengawal kualitas gizi nasional dan menjaga kepercayaan publik terhadap MBG.