Kejaksaan Negeri Langkat

Menyeimbangkan yang Tersurat dan yang Tersirat

Muttaqin Foto: Muttaqin Harahap, S.H.,M.H., Kepala Kejaksaan Negeri Langkat

Penegakan hukum bukan hanya berpatokan pada KUHAP, tetapi harus diimbangi dengan yang tersirat.

Februari lalu, Muttaqin Harahap resmi menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Langkat. Ia menggantikan Kajari Langkat sebelumnya Iwan Ginting yang mendapat promosi jabatan sebagai Asisten Tindak Pidana Umum pada Kejaksaan Tinggi Banten.

Ketika Majalah Indonesia Report menemui pria asal Padangsidimpuan, ini Ia mengungkapkan kalau Kejaksaan Negeri Stabat sangat mendukung langkah Kejaksaan Tinggi Sumut dalam mendukung Program Kejagung menuju predikat WBK dan WBBM.

“Meski kita di kejaksaan negeri, apapun yang menjadi upaya dan langkah Kejati Sumut pasti kita laksanakan sepenuhnya,” ujarnya.

Namun, Muttaqin punya cara tersendiri untuk mengawal penegakan hukum di Kabupaten Langkat dengan ibu kota Stabat ini. Sebagai Jaksa muda dan memiliki rentang tugas yang luas dalam proses penanganan perkara pidana, Sederhana, ia memandang penegakan hukum.

Ada dua cara yang jadi pegangannya. Pertama, ia sangat tersentuh dengan Mars Korps Adhyaksa tepatnya pada lirik, “Yang tersurat dan tersirat imbangkan”. Dari lirik ini kata Muttaqin memiliki makna yang sangat dalam bagi penerapan hukum di Stabat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tersurat dapat diartikan sebagai telah tertulis, telah ditakdirkan atau eksplisit. Sedangkan tersirat berarti tersembunyi atau terkandung (di dalamnya).

Dan menurut sumber lain Dalam kajian Ilmu Fiqh, pemahaman terhadap makna tersirat tersebut disebut sebagai “mafhum sebagai sesuatu yang di luar pembicaraan (fii ghairi mahalli an nuthq) namun dapat dijadikan sebagai ketetapan hukum.

Yang kedua, Muttaqin juga mengakui terbantu dengan kearifan lokal di langkat. Ibu kota Stabat yang dijuluki dengan Kota Santri, Kota Perjuangan, dan Daerah Bertuah menjadi satu fondasi dalam menciptakan kondisi daerah ini lebih kondusif jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Sumut.

Globalisasi

Namun demikian, bukan berarti daerah ini terlepas dari tindak pidana, lebih-lebih posisi Stabat merupakan daerah penghubung antara Provinsi Aceh dengan Medan, ibu kota Sumut menjadi pilihan lalu lintas bagi para pengedar narkoba.

Selain itu, globalisasi yang serba digital yang menyajikan bermacam budaya menyimpang turut serta menggiring anak-anak dan generasi muda sulit membedakan norma yang sarat dengan penyimpangan hukum.

Maka, kata Muttaqin satu-satunya cara untuk mengantisipasi masyarakat dari perbuatan melawan hukum yaitu dengan menguatkan fondasi keagamaan. Kelompok anak usia muda dan remaja sejak awal harus diisi dengan pendidikan dari keluarga, kemudian dibekali pendidikan moral dan keagamaan ketika di sekolah.

“Kita tidak bisa membendung globalisasi yang serba online. Kita harus halau tayangan-tayangan negatif dengan menguatkan fondasi keagamaan,” ujarnya.

Ia mengakui, sangat terbantu dengan keberadaan pesantren Al Wasliyah di Stabat, yang merupakan pesantren tertua di Sumut yang menyediakan pendidikan hingga ke jenjang Aliyah atau setara dengan SMA.

Selain itu, ada juga pesantren Besilam yang masyhur dengan tuan gurunya. Di pesantren ini juga menyediakan pendidikan sekolah umum, hingga penyelenggaraan suluk atau dalam arti lain menempuh jalan (spiritual) untuk lebih mengenal diri sendiri dan Tuhannya.

“Di sini aspek spiritualisme dalam agama memiliki pengaruh kuat terhadap penanganan dan pencegahan narkoba,” katanya.

   
BACA JUGA :