Foto: Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi. Dok: Istimewa. Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan, pemerintah akan terus mengguyur beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ke pasar. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan. Berdasarkan perhitungannya, distribusi ideal berada di kisaran 12.000 ton per hari hingga akhir tahun. "Sekarang sudah diaktivasi kembali dan harusnya sudah mulai ada. Yang telah didistribusikan itu terakhir sekitar 14.000 ton. Ini akan terus. Pokoknya cepat diguyur ke pasar. Kalau hitungan saya memang harusnya sampai akhir tahun itu rata-rata sekitar 12.000 ton sehari. Untuk itu, beras SPHP ini terus berjalan. Tidak berhenti. Batasnya di tahun ini sampai 31 Desember 2025," kata Arief dalam keterangan di Jakarta, Minggu 10 Agustus 2025. Dikatakan Arief, Bapanas juga terus mempercepat dan memperluas kanal distribusinya. "Beras SPHP yang harganya terjangkau dan berkualitas baik harus tersedia bagi masyarakat, utamanya yang berpenghasilan rendah," kata Arief. Selain itu, katanya, Bapanas telah menajamkan Petunjuk Teknis (Juknis) pelaksanaan SPHP beras di tingkat konsumen untuk periode Juli–Desember 2025 melalui Keputusan Kepala Bapanas Nomor 224 Tahun 2025. Penyaluran SPHP kini dapat dilakukan melalui berbagai kanal, termasuk pengecer di pasar rakyat, Koperasi Desa Merah Putih, outlet pangan binaan, Gerakan Pangan Murah (GPM), outlet BUMN, instansi pemerintah, Rumah Pangan Kita (RPK) Bulog, hingga swalayan/toko modern non-grosir. Terpisah, anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyarankan pemerintah agar menghapus harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium. Dengan demikian, pihak swasta dapat menyediakan beras sesuai dengan mekanisme pasar. Pemerintah, kata dia, bisa mengevaluasinya dengan melakukan operasi pasar dan menyalurkan beras SPHP ketika harga beras sudah sangat mahal. Ombudsman juga menyarankan pemerintah mengutamakan langkah ultimum remedium, yakni hukum pidana dijadikan upaya terakhir dalam penegakan hukum. “Tolong bijaksana, ini beras, sebelumnya pemerintah tidak melakukan pembinaan dan pengawasan. Tiba-tiba sekarang langsung diberlakukan penegakan hukum bagi pelaku usaha, cemas,” ucap Yeka. Bagaimanapun, kata dia, pemerintah seharusnya bisa mengingatkan pelaku usaha, seperti kandungan menir yang seharusnya 5 persen namun dalam praktiknya 5,5 persen atau hanya selisih 0,5 persen. “Tinggal diingatkan saja, asal tidak mengurangi bobot berasnya kecuali misalnya beras 5 kilogran fijual 4 kilogram, itu penipuan. Kalau di 5 kilogram itu ada 5 persen berarti sekitar 25 gram butir menirnya lantas ternyata setelah dicek misalnya ada 30 gram. Oh ini salah melanggar aturan, tapi apa artinya melanggar aturan itu jika pada akhirnya kita dihadapkan dengan kelangkaan beras seperti sekarang ini,” ungkap Yeka. Ombudsman juga melaporkan harga beras di pasar saat ini melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Yeka mengungkapkan, harga beras di pasar paling murah sekitar Rp 12.000/kilogram sedangkan paling mahal mencapai Rp 16.500/kilogran. Adapun HET beras premium dipatok pemerintah sebesar Rp 14.900/kilogram. “Kemarin ditemukan Rp 16.500/kilogram. Coba bisa dibayangkan di pasar tradisional, masyarakat ketemu dengan harga beras di atas HET, di pasar modern masyarakat ketemu harga HET. Jadi, sebetulnya kebijakan HET ini menguntungkan siapa?,” kata Yeka. Dia menjelaskan alasan perbedaan HET di pasar tradisional dan ritel modern yakni terdapat kompensasi bagi pelaku usaha. Artinya, ketika pelaku usaha rugi menjual beras di ritel modern, maka saat dijual di pasar tradisional akan mendapat keuntungan. “Karena ternyata ini kompensasi bagi penggilingan atau bagi perusahaan. Di supermarket katakanlah dia rugi [jual beras], kalau di pasar tradisional dia bisa dapat untung. Jadi pasar tradisional yang menyubsidi barang di pasar supermarket,” ujarnya. BACA JUGA : Percepatan Program MBG di Daerah 3T, NFA Dorong Pemanfaatan Pangan Lokal Lindungi Masyarakat, NFA Lakukan Transformasi Perberasan Nasional Jogja Benih Expo, Badan Pangan Nasional Bantu Jaga Harga Petani Jagung Kolaborasi Badan Pangan Nasional dan PT POS Indonesia dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional Please enable JavaScript to view the comments powered by Disqus.