Foto: Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Nixon LP Napitupulu (kiri) bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait. Dok: Istimewa. Jakarta - PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) diprediksi menjadi penerima manfaat terbesar dari kebijakan pemerintah yang menempatkan dana senilai Rp 200 triliun di lima bank umum, sebagai bagian dari upaya mendorong likuiditas dan pertumbuhan ekonomi nasional. Masuknya dana murah ini diperkirakan dapat menekan biaya dana (cost of fund/CoF) BBTN yang saat ini berada di atas 4%, sekaligus berpotensi meningkatkan margin bunga bersih (net interest margin/NIM). Analis BRI Danareksa Sekuritas, Naura Reyhan Muchlis dan Victor Stefano, dalam riset yang diterbitkan di Jakarta, Senin (15/9/2025), menilai bahwa penempatan dana pemerintah di bank-bank besar dapat menurunkan CoF perbankan antara 1–13%. “Pemangkasan terbesar akan dinikmati BBTN karena rasio dana pemerintah yang ditempatkan di bank ini setara 6,2% dari total dana pihak ketiga. Hal ini berpotensi menurunkan CoF yang selama ini berada di atas 4%,” tulis mereka. Riset tersebut juga menyebutkan, apabila dana pemerintah digunakan untuk menggantikan deposito berjangka berbunga tinggi, misalnya 6,5%, penurunan CoF bisa mencapai 8–16 basis poin. Dalam skenario ini, BBTN dan BNI akan menjadi bank yang paling diuntungkan karena proporsi dana pemerintah terhadap total simpanan lebih besar dibanding bank lain. Senada dengan itu, analis Mandiri Sekuritas, Kresna Hutabarat dan Boby Kristanto Chandra, menegaskan BBTN dan BNI sebagai penerima manfaat terbesar dari program injeksi likuiditas ini, diikuti BBRI, BRIS, dan BMRI. Mereka menyebut, program ini berpotensi mendorong pertumbuhan kredit industri sekaligus menekan biaya dana. Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management, menambahkan melalui akun Instagramnya bahwa BBTN bisa meraih tambahan laba bersih sekitar 0,43% atau setara 14,29% dari perolehan laba bersih 2024 jika dana simpanan pemerintah Rp 25 triliun disalurkan melalui kredit. “Gelontoran dana pemerintah ke bank yang disalurkan menjadi kredit menjadi sentimen positif bagi ekonomi. Dana ini dapat menekan bunga kredit dan berdampak menurunkan bunga deposito,” tulisnya. Kebijakan ini dilakukan melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 276/2025 dalam bentuk On Call Deposits. Rinciannya: BRI: Rp 55 triliun Bank Mandiri: Rp 55 triliun BNI: Rp 55 triliun BBTN: Rp 25 triliun Bank Syariah Indonesia: Rp 10 triliun Seiring peluncuran kebijakan, saham-saham perbankan mencatat penguatan harga. Saham BBTN menjadi yang paling menonjol, naik 20,35% dalam lima hari perdagangan terakhir, dari Rp 1.155 pada 8 September menjadi Rp 1.390 pada 15 September. Kenaikan ini jauh melampaui saham bank lain, seperti BBRI naik 6,15%, BBNI 5,50%, BBCA 4,22%, BRIS 3,88%, dan BMRI hanya 0,89%. Samuel Sekuritas telah merevisi rekomendasi saham BBTN menjadi buy dengan target harga Rp 1.600, mencerminkan prospek perbaikan NIM serta strategi manajemen yang menaikkan target pertumbuhan kredit 2025 menjadi 7-9%, didukung program FLPP dan KUR Perumahan. Target pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga dinaikkan menjadi 8-10%. Analis menilai, kombinasi antara dana murah pemerintah dan strategi ekspansi kredit ini membuat BBTN berada di posisi unggul, baik dari sisi profitabilitas maupun valuasi saham. Target harga baru PBV 2025F sebesar 0,48x juga merefleksikan optimisme pasar terhadap kinerja BBTN ke depan. Program penempatan dana pemerintah Rp 200 triliun bukan hanya sekadar upaya memperkuat likuiditas perbankan, tetapi juga memberikan sentimen positif signifikan bagi BBTN. Bank pelat merah yang fokus pada pembiayaan perumahan ini berpotensi menekan biaya dana, meningkatkan margin bunga, serta mendorong pertumbuhan laba dan harga saham, sekaligus memberikan efek positif pada sektor properti dan kredit konsumen. BACA JUGA : Please enable JavaScript to view the comments powered by Disqus.