BGN Hentikan Operasi Dua SPPG di Cisarua, Bandung Barat

badangizinasional,bgn,dadan Foto: Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang. Dok: Istimewa.

Jakarta - Badan Gizi Nasional (BGN) menghentikan operasi dua Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Cisarua, Bandung Barat. Langkah tegas itu diambil setelah BGN menurunkan Tim Investigasi Independen bersama Kedeputian Pemantauan dan Pengawasan (Tauwas), untuk menindaklanjuti Kejadian Luar Biasa (KLB) insiden keamanan pangan yang menimpa siswa SMP Negeri 1 Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa lalu. 

Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang mengatakan, BGN bergerak cepat menangani korban dan menelusuri sumber kejadian. "Kami sangat menyesalkan insiden ini. Kami telah mengirim tim investigasi untuk memastikan penyebabnya dan memastikan seluruh penerima manfaat mendapatkan penanganan yang layak," kata Nanik, di Jakarta, Jumat (17/10).

BGN berkomitmen untuk memperkuat pengawasan keamanan pangan dalam setiap tahap pelaksanaan MBG, mulai dari pengadaan bahan, proses pengolahan, hingga distribusi makanan. "Program MBG adalah bentuk tanggung jawab negara untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia. Karena itu, aspek keamanan pangan tidak bisa ditawar, dan harus menjadi prioritas utama," ujar Nanik dengan tegas.

Menurut Nanik, BGN akan terus memperkuat pembinaan dan pengawasan teknis di seluruh satuan layanan MBG. "Kami pastikan standar kebersihan dan keamanan pangan diterapkan secara ketat agar kejadian serupa tidak terulang," ujarnya.

Temuan Tim Investigasi

Tim Investigasi Independen BGN telah mendatangi dua unit dapur MBG yang bertanggung jawab dalam pendistribusian, yakni SPPG Cisarua Jambudipa 1 dan SPPG Cisarua Pasirlangu. Keduanya berada di bawah naungan Yayasan Tarbiyatul Qur’an Cisarua (TARBIQU), pada Kamis (16/10).

Ketua Tim Investigasi Karimah Muhammad memaparkan, pada 14 Oktober 2025, sebanyak 115 siswa SMP Negeri 1 Cisarua mengalami gejala pusing, mual, dan muntah. Mereka pusing, mual, dan muntah, setelah mengonsumsi menu MBG dari SPPG Cisarua Jambudipa 1. Hari itu menu yang disiapkan adalah ayam black pepper, tahu goreng, tumis wortel brokoli, dan buah melon.

Keesokan harinya, 15 Oktober 2025, 7 siswa dilaporkan mengalami gejala serupa. Tiga siswa adalah penerima MBG dari SPPG Cisarua Jambudipa 1, sementara empat siswa lainnya adalah penerima MBG dari SPPG Cisarua Pasirlangu. SPPG Cisarua Pasirlangu menyajikan menu ayam yakiniku, edamame, tempura jamur tiram, dan semangka. 

Hingga Rabu, 15 Oktober 2024 pukul 23.41 WIB, jumlah siswa terdampak insiden keamanan pangan di Cisarua, Bandung Barat, mencapai 502 orang. Sebanyak 452 orang siswa telah dipulangkan dan menjalani rawat jalan, sementara 50 orang siswa lainnya harus dirawat inap. Pada Kamis, 16 Oktober 2025, siswa yang dirawat inap hanya tinggal 6 orang. Mereka dirawat di RSUD Lembang. 

Namun berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Bandung Barat, hari ini, Jumat 17 Oktober 2025, tiga orang siswa yang semula terdampak dan sudah dipulangkan ke rumah masing-masing, ternyata kembali dirawat di RS Dustira. “Jadi hari ini masih ada 9 orang yang dirawat inap,” kata Raniah Salsabila, anggota Tim Investigasi Independen BGN.

Tim Investigasi menyebut adanya kemungkinan kontaminasi silang dari bahan pangan yang sama. Selain itu, ada keterlambatan penghentian distribusi dari SPPG Cisarua Jambudipa 1 meski telah ada laporan KLB pukul 10.00 WIB.  Namun, penyebab pasti dari insiden keamanan pangan ini masih harus menunggu hasil dari uji laboratorium di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) setempat.

"KLB terjadi berselang 1 hari, menandakan kemungkinan kontaminasi bahan baku terutama daging ayam atau bahan olahan yang sama. Higienitas dapur dan lingkungan yang kurang baik juga jadi kemungkinan penyebab. Sementara keputusan penghentian distribusi SPPG Cisarua Jambudipa 1 yang terlambat setelah laporan KLB jam 10 pagi dari SMPN 1 Cisarua, menambah risiko," kata Karimah.

Tim menemukan fakta bahwa kedua dapur itu belum sepenuhnya memenuhi standar higienitas dan keamanan pangan, mulai dari segi infrastruktur hingga peralatan yang digunakan untuk memasak. Fakta lainnya, lokasi SPPG Cisarua Pasirlangu berdekatan dengan kebun warga dan ditemukan banyak lalat di area dapur. Selain itu, kedua SPPG juga masih memakai air baku dari PDAM untuk mencuci bahan makanan dan kemudian memasaknya.

Atas berbagai temuan di lapangan, BGN kemudian memutuskan untuk menghentikan operasi kedua SPPG itu. Selanjutnya, SPPG Cisarua Jambudipa 1 dan Pasirlangu diminta untuk segera memperbaiki infrastruktur dapur, memenuhi standar higienitas, sanitasi, dan memperbaiki manajemen distribusi. Mereka juga wajib mengantongi Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS).