Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Ingatkan “Dosa Kolektif” Jika Tata Ruang Gagal Lindungi Lahan Pangan

ATR/BPN. Foto: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. Dok: Istimewa.

JakartaMenteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan pentingnya koreksi menyeluruh terhadap sistem tata ruang nasional agar tidak terjadi kehilangan lahan pangan produktif.

Hal tersebut disampaikan Nusron saat membuka Sarasehan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional 2025 di Hotel Sheraton Gandaria, Jakarta Selatan, Kamis (6/11/2025).

Dalam arahannya, Nusron menyoroti masih banyaknya ketidaksinkronan antara RTR provinsi dan kabupaten/kota, terutama terkait kawasan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B).

“Kalau perencanaan salah, berarti niatnya salah. Kalau niatnya salah, itu dosa kolektif. Karena tata ruang adalah niat dari pembangunan itu sendiri,” tegas Nusron.

Data Kementerian ATR/BPN menunjukkan, dari 38 provinsi, terdapat 14 provinsi yang belum mencantumkan LP2B dalam dokumen tata ruangnya. Sementara itu, dari 514 kabupaten/kota, hanya sekitar 50 yang telah memuat kawasan perlindungan pangan secara lengkap.

Kondisi ini, kata Nusron, dapat memicu alih fungsi lahan sawah produktif, sehingga mengancam ketahanan pangan nasional.

“Kebutuhan beras nasional mencapai 35 juta ton per tahun. Artinya, kita memerlukan sekitar 7 juta hektare sawah produktif yang harus dilindungi. Ini bukan sekadar isu ekonomi, tetapi urusan moral dan keberlanjutan bangsa,” ujarnya.

Menteri ATR/BPN juga menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti masalah tersebut dengan mengirimkan surat resmi kepada para gubernur dan bupati/wali kota guna melakukan revisi RTR sesuai ketentuan nasional.

Ia menambahkan, tata ruang harus dijaga dari kepentingan modal yang berlebihan.

“Jangan sampai tata ruang berubah menjadi tata ‘uang’. Semua ruang punya tempatnya masing-masing, dan itu harus kita jaga bersama,” tegas Nusron.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, juga menyoroti pentingnya menumbuhkan karakter lokal dan keberlanjutan ekonomi daerah dalam perencanaan kota. Menurutnya, tata ruang harus mencerminkan kekhasan setiap wilayah agar tidak terjebak dalam keseragaman tanpa identitas.