Raker Komisi VIII DPR, BPJPH Paparkan Evaluasi Program dan Target Indonesia Jadi Pusat Halal Dunia

BPJPH Foto: Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan didampingi Sekretaris Utama BPJPH Muhammad Aqil Irham saat menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR RI, 17 November 2025. Dok: IR.

Jakarta - Komisi VIII DPR RI menggelar Rapat Kerja dengan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Ahmad Haikal Hasan, yang hadir bersama Sekretaris Utama BPJPH, Muhammad Aqil Irham. Dalam rapat tersebut, Haikal memaparkan perkembangan program jaminan produk halal, capaian anggaran, serta berbagai tantangan regulasi yang dinilai perlu segera dibenahi.

Haikal membuka paparannya dengan menyampaikan apresiasi kepada pimpinan dan anggota Komisi VIII atas dukungan terhadap program-program BPJPH. Ia menilai kunjungan kerja bersama DPR ke berbagai daerah telah menunjukkan tingginya antusiasme masyarakat terhadap sertifikasi halal. Meski demikian, Haikal mengingatkan bahwa jumlah pelaku yang mengikuti pelatihan dan pendampingan masih perlu diperluas.

Target Jakarta Jadi Ibu Kota Halal Dunia

Dalam raker ini, BPJPH kembali menegaskan fokus nasional untuk memperkuat ekosistem halal sebagaimana tercantum dalam RPJMN. Haikal menyebut bahwa Indonesia menargetkan diri menjadi pusat halal dunia, dengan Jakarta sebagai “The Capital of Global Halal”.

“InsyaAllah besok akan kami umumkan, harapannya keputusan final menetapkan Jakarta sebagai ibu kota halal dunia,” ujarnya.

Penyerapan Anggaran Capai 82,97% dan Ditargetkan 99%

BPJPH melaporkan bahwa penyerapan anggaran tahun berjalan telah mencapai 82,97%, dan terus meningkat dari hari ke hari. Haikal optimistis angka tersebut akan mencapai 99% pada akhir Desember, seiring kegiatan yang sudah berjalan dan menunggu proses aplikasi pembayaran.

Ia menjelaskan bahwa strategi percepatan penyerapan dilakukan melalui digitalisasi layanan, kolaborasi lintas kementerian/lembaga, kerja sama dengan pemda, BUMN, swasta, hingga e-commerce.

Sorotan Serius terhadap RPH dan Banyaknya Pelanggaran Halal

Haikal menyoroti lemahnya pengawasan terhadap Rumah Potong Hewan (RPH). Ia mengungkapkan banyak temuan pelanggaran di lapangan, termasuk fasilitas pemotongan yang jauh dari standar.

“Turun dari mobil saja baunya tidak sehat. Secara perbandingan, kondisi kita masih sangat tertinggal,” tegasnya.

BPJPH meminta percepatan revisi UU No. 33/2014 agar lembaga halal memiliki kewenangan tindakan terhadap RPH bermasalah. Saat ini, kewenangan tersebut masih berada di pemda dan kementerian teknis, sehingga BPJPH tidak dapat melakukan penindakan langsung

Haikal juga mengungkap banyak kasus pemalsuan logo halal, termasuk temuan terbaru di sebuah supermarket. Namun BPJPH tidak dapat menindak karena belum memiliki penyidik PNS.

Digitalisasi Halal Max dan Penguatan Kampus Halal

Memasuki 2026, BPJPH menyiapkan transformasi digital bertajuk Halal Max, untuk mempercepat layanan sertifikasi. BPJPH juga bekerja sama dengan perguruan tinggi agar kampus-kampus lebih terlibat dalam penyediaan tenaga pendamping halal. Para mahasiswa yang mengambil fokus studi halal akan diberikan insentif harian dalam kegiatan pendampingan.

Pembentukan UPT Baru dan Peningkatan Layanan Daera

Haikal mengumumkan bahwa KemenPAN-RB telah menyetujui pembentukan 10 Unit Pelaksana Teknis (UPT) baru BPJPH di sejumlah daerah: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Selatan, Maluku, dan Sulawesi Selatan. Ia menyebut keberadaan UPT ini penting untuk memudahkan akses pelaku UMKM yang selama ini harus menempuh jarak jauh untuk mendapatkan layanan halal.

Keberatan atas Kewajiban NIB untuk Pelaku Mikro

Haikal menyampaikan keberatan terhadap aturan yang mensyaratkan Nomor Induk Berusaha (NIB) bagi seluruh pelaku usaha, termasuk pedagang kecil seperti tukang bubur keliling.

“Secara syariah, produk itu berhak halal. Tetapi karena NIB tidak dimiliki, sertifikat tidak bisa diterbitkan. Ini mencampuradukkan urusan agama dengan administrasi,” ujarnya.

BPJPH meminta dukungan Komisi VIII untuk meninjau kembali kebijakan tersebut agar tidak menyulitkan pelaku mikro.

Usulan Sertifikat Halal Berlaku Dua Tahun

Haikal juga mengusulkan perubahan masa berlaku sertifikat halal menjadi dua tahun, karena bahan baku industri kerap berubah lebih cepat daripada masa berlaku sertifikat saat ini. Ia mencontohkan kasus produk Yupi yang pernah ditolak masuk Uni Emirat Arab karena perbedaan data antara sertifikat dan bahan aktual.

Penegasan Tidak Ada Penundaan 2026

Menutup paparannya, Haikal menegaskan bahwa penerapan kewajiban sertifikasi halal pada 2026 tidak boleh kembali ditunda setelah sosialisasi dilakukan selama puluhan tahun.

“Ini sudah 50 tahun disosialisasikan. Tidak boleh mundur lagi,” tegasnya.